Perubahan anatomi dan fisiologi pada perempuan hamil sebagian besar sudah terjadi segera setelah fertilisasi dan terus berlanjut selama kehamilan. Kebanyakan perubahan ini merupakan respon terhadap janin. Berikut adalah perubahan fisiologis pada berbagai sistem dalam tubuh wanita hamil.
2.1 Sistem Pencernaan
Perubahan pada saluran cerna memungkinkan pengangkutan nutrien untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin dan perubahan ini berada di bawah pengaruh hormon dan mekanis. Hal penting yang perlu diingat oleh bidan adalah bahwa banyak diantara perubahan ini bertangggung jawab terhadap sejumlah ketidaknyamanan yang dialami selama kehamilan.
Perubahan diet selama kehamilan, banyak terjadi seperti keengganan terhadap kopi, alkohol dan makanan yang digoreng, begitu pula dengan ibu yang sangat menginginkan makanan yang asin dan pedas; hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh penumpulan indera pengecap selama kehamilan. pika, istilah yang digunakan untuk menggambarkan keinginan yang aneh, mengunyah makanan secara kompulsif dan diam-diam, atau ingesti zat yang bukan makanan (misalnya : es, batu bara, disinfektan) juga banyak terjadi, meskipun beberapa pika mungkin lebih banyak berhubungan dengan tradisi sosial daripada selera makan yang kompulsif. mekanisme perubahan diet ini sangat sulit dipahami dan biasanya tidak memiliki signifikansi terhadap kehamilan, kecuali jika materi yang dikonsumsi menghambat absorpsi zat besi (Edmons 1999; Steinfeld & Wax 2001).
Estrogen dan HCG meningkat, dengan efek samping mual dan muntah-muntah. Selain itu, terjadi juga perubahan peristaltik dengan gejala sering kembung, konstipasi, lebih sering lapar atau perasaan ingin makan terus (mengidam), juga akibat peningkatan asam lambung. Pada keadaan patologik tertentu, terjadi muntah-muntah banyak sampai lebih dari 10 kali per hari (hiperemesis gravidarum).
Meskipun banyak wanita yang mengalami mual di awal kehamilan, ada juga yang mengalami peningkatan nafsu makan dengan asupan makanan harian meningkat hingga 200 kkal. hipotalamus yang mengendalikan lemak tubuh total, dipicu kembali oleh progesteron sehingga kadar cadangan lemak tubuh yang baru dapat dicapai dengan makan lebih banyak dan mengurangi energi yang digunakan. hal ini memfasilitasi ibu untuk memasuki trimester ketiga dengan 3,5 kg cadangan lemak yang terakumulasi, yang merupakan bank energi untuk trimester terakhir saat penyimpanan lemak secara praktis berhenti, tetapi energi tetap dibutuhkan untuk pertumbuhan janin (Campell-Brown & Hitten 1998). banyak wanita merasakan peningkatan rasa haus selama kehamilan akibat pengesetan kembali ambang osmotik untuk rasa haus dan vasopresin. hal ini berperan dalam penurunan osmolalitas plasma, menyebabkan peningkatan retensi air yang merupakan perubahan fisiologis normal selama kehamilan. HCG dapat mempengaruhi osmoregulasi pada kehamilan (Baylis & Davison 1998).
Gusi mengalami edema, lunak dan seperti spons selama kehamilan yang kemungkinan terjadi akibat efek estrogen. hal ini dapat menyebabkan perdarahan jika mengalami trauma ringan, seperti akibat sikat gigi. terkadang terjadi pembengkakan yang sangat vaskular dan bersifat fokal yang disebut epulis (atau gingivitis); pembengkakan ini disebabkan oleh pertumbuhan kapiler gusi. hal ini biasanya hilang dengan sendirinya setelah melahirkan. banyak data yang menunjukan bahwa kehamilan tidak menyebabkan kerusakan gigi. salivasi yang berlebihan atau ptialisme, merupakan keluhan yang kadang-kadang terjadi pada kehamilan; hal tersebut tampaknya disebabkan oleh stimulasi kelenjar saliva akibat ingesti zat tepung (Cunningham et al 1997)
Peningkatan estrogen dan progesteron meningkatkan aliran darah ke rongga mulut, hipervaskularisasi pembuluh darah kapiler gusi sehingga terjadi edema dan hiperplastis; ketebalan epitelial berkurang sehingga gusi lebih rapuh. Hal ini juga dapat mendorong ibu memperhatikan perawatan gigi dan mulut, tetapi bukan dikarenakan ia akan kehilangan kalsium dari cadangan kalsium yang dialirkan ke janin. Janin memperoleh kalsium dari cadangan kalsium di dalam tubuh ibu, bukan dari gigi ibu.
Tingkat keasaman saliva meningkat, dan pada trimester pertama, mengeluh mual dan muntah. Gejala muntah (emesis gravidarum) sering terjadi, biasanya pada pagi hari (morning sicknesss). Tonus pada sfingter esofagus bagian bawah melemah di bawah pengaruh progesteron, yang menyebabkan relaksasi otot polos.
Sejalan dengan kemajuan kehamilan, uterus yang membesar juga mendorong lambung dan usus. akibatnya, apendiks bergeser keatas dan lateral sehingga apendisitis dapat disalah artikan sebagai pielonefritis (Cunningham et al 1997, Edmons 1999). pada kehamilan cukup bulan, lambung berada pada posisi vertikal dan bukan pada posisi normalnya, yaitu horizontal. kekuatan mekanis ini menyebabkan peningkatan tekanan intragastrik dan perubahan sudut persambungan gastro-esofageal yang mengakibatkan terjadinya refluks esofageal yang lebih besar (Ciliberto & Marx 1998). pergeseran lambung kearah atas saat uterus mengalami pembesaran yang tidak wajar (seperti pada kehamilan kembar atau polihidramnion) menyebabkan timbulnya berbagai gejala kehamilan yang mengganggu dan lebih sulit diatasi (Steinfeld & Wax 2001).
Penurunan drastis tonus dan motilitas lambung dan usus ditambah relaksasi sfingter bawah esofagus merupakan predisposisi terjadinya nyeri ulu hati, konstipasi dan haemoroid (Burnett 2001). sekitar 80% ibu hamil mengalami nyeri ulu hati selama kehamilan, biasanya pada trimester ketiga. hal ini dianggap akibat adanya sedikit peningkatan tekanan intragastritik yang dikombinasikan dengan penurunan tonus sfingter bawah esofagus sehingga asam lambung refluks kedalam esofagus bagian bawah. meskipun etiologi yang sebenarnya masih belum jelas, pengaruh kombinasi antara progesteron dan estrogen kemungkinan menjadi penyebabnya (Edmons 1999, Steinfeld & Wax 2001).
Kerja progesteron pada otot-otot polos menyebabkan lambung hipotonus yang disertai penurunan motilitas dan waktu pengosongan yang memanjang. Semua perubahan yang terjadi akibat progesteron ini dialami seluruh saluran usus halus. Efek-efek progesteron menjadi lebih jelas seiring kemajuan kehamilan dan peningkatan kadar progesteron. Efek progesteron pada usus halus adalah memperpanjang lama absorpsi nutrien, mineral, dan obat-obatan. Absorpsi ini juga meningkat akibat hipertrofi vili duodenum yang dapat menungkatkan kapasitas absorpsi. Efek progesteron pada usus besar menyebabkan konstipasi karena waktu transit yang melambat membuat air semakin banyak diabsorpsi dan menyebabkan peningkatan flatulen karena usus mengalami pergeseran akibat pembesaran uterus.
Diduga bahwa efek relaksasi progesteron menyebabkan terjadinya perlambatan motilitas usus, mengakibatkan waktu transit yang lebih lama, dan peningkatan absorpsi air kolonik, yang keduanya berperan terhadap terjadinya konstipasi, meskipun penelitian yang membuktikan belum banyak dilakukan. kompresi usus bagian bawah oleh uterus juga dapat menimbulkan masalah ini, begitu juga dengan pemberian zat besi secara oral (Burnet 2001, Edmons 1999).
Di bawah pengaruh estrogen pada kandung empedu, dapat terjadi statis garam-garaman empedu (kolestatis pada kehamilan) yang menyebabkan pruritus dan ikterus. kandung empedu mengalami dilatas selama kehamilan dan laju pengosongannya lambat akibat efek progesteron. Empedu menjadi lebih kental, disertai peningkatan resiko kolestatis obstetrik (Campbell & Lees 2000). pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dapat mengakibatkan retensi kristal kolesterol-bakal batu empedu, yang relatif umum terjadi pada ibu hamil asimptomatik (Cunningham et al 1997).
Beberapa penelitian menunjukan tidak adanya perubahan pada ukuran hati dan aliran darah, sedangkan penelitian lainnya menunjukan hal yang sebaliknya (de Sweit 1998a, Reynolds 1998). Meskipun banyak perubahan hati selama kehamilan yang menyerupai penyakit hati, tes fungsi hati harus diinterpretasikan dengan cermat karena terdapat perbedaan besar antara hasil laboratorium yang berkaitan dan 'rentang normal' (Ramsay et al 2000).
· konsentrasi albumin serum menurun dengan cukup tiba-tiba di awal kehamilan, dan kemudian lebih lambat hingga akhir kehamilan (Cunningham et al 1997).
· kadar fosfatase alkali serum meningkat secara progresif selama kehamilan. pada saat usia kehamilan cukup bulan, kadar tersebut mencapai kira-kira dua kali lipat kadar sebelum hamil; batas atas normal selama kehamilan adalah tiga kali lebih besar daripada rentang rujukan sebelum hamil (Girling 2001)
· kadar kolesterol serum meningkat dua kali lipat di akhir kehamilan (Ramsay et al 2000)
· berbagai protein hati meningkat sebagai respons terhadap estrogen (Cunningham et al 1997)
· kadar fibrinogen meningkat kira-kira sejak bulan ke-3 kehamilan sampai kira-kira 50% pada trimester ketiga (Coustan 1995)
2.2 Metabolisme
Dalam rangka mempersiapkan diri untuk peningkatan laju metabolic basal dan konsumsi oksigen dan juga kebutuhan uterus, fetus dan plasenta yang sedang tumbuh dengan cepat, wanit hamil mengalami perubahan metabolic yang sangat (Cunningham et al 1997). Peningkatan asupan diet sekitar 200kkal per hari dan perubahan gastrointestinal selam kehamilan disertai dengan perubahan karakteristik metabolism karbohidarat, protein dan lemak. etabolisme protein meningkat untuk menyuplai substrat untuk ibu dan pertumbuhn janin. Metabolisme lemak meningkat, yang ditunjukkan dengan peningkatan semua fraksi lemaj dalam darh. Namun demikian, metabolism karbohidrat menunjukkan prubahan yang paling drastis.
Suplai glukosa kontinyu yang diperlukan untuk perkembangan janin terlebih dahulu dipenuhi ibu dan kedua oleh peningkatan sekresi insulin sebagai respon terhadap glukosa. Pada sebagian besar wanita hamil, selama pertengahan pertama kehamilan, konsentrasi glukosa plasma puasa menurun. Pada usia gestasi 15 minggu, kadar glukosa darah maternal setelah puasa sepanjang malam sangat rendah dibandingkan dengan kadar glukosanya ketika belum hamil, tetapi terdapat sedikit perubahan pada kadar insulin plasma. Tes toleransi glukosa oral standar pada masa ini menunjukkan peningkatan respons dibandingkan status ketika tidak hamil dengan pola pelepasan insulin normal, tetapi kadar glukosa darah menurun. Namun demikian, pada kehamilan pertengahan kedua, pola tersebut mengalami perubahan yang disertai penurunan lebih lanjut konsentrasi glukosa plasma dan peningkatan sekresi insulin. Tes toleranisi glukosa menunjukkan perlambatan dalam pncapaian kadra gllukosa puncak, dan kadar ini meningkat selama tes walaupun terdapat peningkatan signifikan konsentrasi insulin plasma, yang menunjukkan resistensi insulin relative. Telah menjadi spekulasi bahwa memanjangnya episode postprandial hiperglikemia relative dapat memfasilitasi transport glukosa ke janin sehingga berperan dalam peningkatan cadangan glikogen dn lemk yang terjdi sat ini; namun demikian, hingga sat ini belum ada data yang mendukung hal tersebut.
Namun demikain, terdapat data yang menunjukkan bahwa HPL atau hormone pertumbuhan lainnya dapat berperan dalam proses tersebut dengan menurunkan sensitivitas insulin perifer karena konsentrasi puncak HPL berkaitan dengan rspons insulin yang terbesar. Juga telah dikemukakan bahwa kemungkinan terdapat perubahan karekteristik pengikatan insulin terhadap reseptornya.
Rentang kadar glukos darah optimal pada wanita hamil adalah antara 4,4 dan 5,5 mmol /L. Pada wanita yang tiak hamil, tanda hipoglikemia mulai terjadi jika kadar glukosa darah menurun sekitar 2,2 mmol/L. Pada wanita hamil, hipoglikemia didefinisikan sebagai konsentrasi kurang dari 3,3 mmol/L (O’Hare 1998, Reece & Homko 2001).
Dengan demikian, yang disebut dengan ‘efek diabetogenik’ kehamilan adalah adaptasi fisiologis normal yang mmindahkn metabolism energy maternal dari karbohidrat menjadi oksidasi lipid. Dngan menggunkan cadangan lemak yang terkumpul pada pertengahan pertama kehamilan sebagai sumber energy utama, glokosa ‘dihemat’ untuk pertumbuhan janin. ebutuhan nutrisi janin meningkat pada pertenngahan kedua kehamilan dan resistensi insulin juga mengalami peningkatan sehingga cadangan lemak menurun karena lemak dimobilisasi untuk menyediakan suplai energy tambahan bagi ibu. Secara metabolic dikatakan bahwa wanita hamil berada pada ‘kelaparan yang terakselerasi’.
Secara teoritis, mekanisme akselerasi metabolism lemak dan pembentukkan batan keton seharusnya melindungi ibu dan janin selama masa kelparan yang berkepanjangan, puasa ata latihan fisik yang berat (Reece&Homko 2001). Namun demikian, dianjurkan agar wanita hamil makan tepat waktu, tidak berpuasa ata membatasi asupan karbohidrat. Kadar glukosa darah maternal sangat penting bagi kesehatan janin, dan berpuasa selama kehamilan dapat meningkatkan ketonemia yang lebih berat dapat membehayakan kesehatan janin (Cunningham et al 19977).
Meskipun dibedakan untuk tidak berpuasa ketika hamil, wanita muslim yang berpuasa selama Ramadan tetap dapat melakukannya, tetapi harus berada di dalam pengawasan medis jika hal tersebut dilakukan selama trimester kedua. nmun bagimana pun juga, berpuasa selama trimester pertama dan ketiga sangat tidak dianjurkan karena bahaya utama yang dapat terjadi pada janin lebih disebabkan oleh dhidrasi daripada malnutrisi (Athar 1990).
Jika konsumsi karbohidrat dan lemak pada kehamilan tidak adekuat, kebutuhan energy ibu dipenuhi oleh katabolisme cadngan protein. namun akibatnya, asam amino yang digunakan untuk energy tidak tersedia untuk sintesis protein.Efek diabetogenik HPL mengakibat mobilisasi lipid sebagai asam lemak bebas, sehingga glukosa dan asam amino tersedia bagi janin (Reece & Homko 2001).
Konsentrasi kalsium plasma maternal menurn selama kehamilan, terutama karena dapat terdapat penurunan albumin serum yang dibutuhkan untuk peningkatan kalsium. Akan tetapi, terdapat kebutihan kalsium yang besar untuk mineralisasi rangka janin sebagian besar terjadi selama trimester ketiga; akibatnya lebih banyk yang diabsorbsi dari saluran pencernaan atas, lebih sedikit yang diekskresi,d an terdapat sedikit peubahan deposisi tulang. Perubahan besar dalam metabolisme vitain D pernah dilaporkan. Protein pengikat vitamin D yang metranspor vitamin D dan metabolitnya kedalam sirkulasi, juga meningkat dua sampai tiga kali lipat selama kehamilan dibawah pengaruh hormone paratiroid. Hal ini dapat menjadi penyebabb terjadinya peningkatan absorbs kalsium. Suplementasi kalisum umumnya tidak diperlukan karena rangka ibu bekerja sebagai reservoir kalsium. Pengecualian diberikan pada saat itu ibu sendiri masih mengalami pertumbuhan.
2.3 Sistem Endokrin
Perubahan pada system endokrin pada kehamilan bersifat kompleks dan pemahamannya belum sempurna. Saat ini sudah jelas bahwa kehamilan jaringan intrauterus dapat juga menghasilkan banyak pptida hormone sterosid yang diproduksi oleh kelenjar endokrin ketika tidak hamil. Banyak hormon yang melakukan kerjanya secar tidak langsung dengan berinteraksi dengan sitokin dengan kemikin. Selama kehamilan, zat ini banyak mengalami perubahan ( Campell & Lees 2000).
2.3.1 Hormone plasenta
HCG diproduksi oleh tropoblas, dan dapat di deteksi dalam sirkulasi maternal dalam beberapa hari setelah implantasi dan menjadi dasar untuk tes kehamilan. Peranannya dalam mempertahankan fungsi korpus luteum berakhir sat produksi progesteronoleh plasenta dan menjadi dominan pada usia gestasi antara 10 dan 12 minggu dan setelah itu, konsentarasi HCG mengalami penurunan. Telah dikemukakan bahwa HCG memiliki funsi tropic dan produksi TSH maternal dapat mengalami supresi selama trimester pertama saat kadar HCG mencapai maksimal ( Campbell & Less 2000)
HPL adalah peptide lain kemungkinannya memiliki efek mayor pada produksi maternal prolaktin dan HCG. Seperti HCG, HPL terdeteksi dalam tropoblas paling cepat pada minggu ke-2 atau ke-3 setelah fertilisasi ovum. Konsentrasinya dalam plasma maternal kemudian meningkat secar stabil dalam 34-36 minggu, saat konsentarsinya hampir proporsional dengan masa plasenta. HPL berpartisipasi dalam sejumlah proses metabolik penting yang mencangkup peningkatan asam lemak bebas dalam darah maternal, glukosa, dan konsentrasi insulin, dan meningkatkan lipolisis, serta resistensi insulin. Gangguan pengambilan glukosa dan glukoneogenesis ini mengakibatkan peningkatan tersediaan glukosa dan asam amino untuk kebutuhan janin (Myatt 2001). Sebagian besar estrogen yang ada di dalam urine wanita hamil adalah esteron, estradiol , dan estriol. Akresi esteron meningkat 100 kali lipat, sedangkan ekskresi estriol meningkat 1000 kali lipat. Ovarium hanya berperan kecil terhadap peningkatan ini karena plasenta merpakan sumber strong utama dalam kehamilan. Substrat untuk produksi estriol berasal dari adrenal janin. Estron dan estradiol disintesis oleh sinsitiotropoblas. Selama kehamilan, konsentrasi estrogen yang tinggi mensstimulasi hati untuk memproduksi kortisol serum, testosterone, dan protein peningkat-tiroksin, dan untuk meningkatkan produksi kolestrol. Hal ini juga menyebabkan proliferasi system duktal payudara dan menstimulasi sekresi prolaktin dan kelenjar pituitary. Selain itu, estrogen menfasilitsi pertumbuhan uterus, meningkatkan aliran darah dan kontraksi pada kehamilan cukup bulan. Kadar estriol dalam urine dan plasma meningkatkan secar progresif selama kehamilan hingga usia gestasi 38 minggu, dan setelah itu, terjadi sedikit penurunan akibat supresi adrenal janin ( Cunningham et al 1997).
Progesterone disintesis sangat awal dam sinsitio troponlas: namun demikian hingga 35 sampai 47 hari pascaovulasi, korpus luteum perlu memberi suplementasi progesterone. Sembilan puluh persen hormone ini di sekresi kedalam sirkulasi maternal, dengan sisa 10 % disekresi kedalam sirkulasi janin. Produksi progesterone oleh plasenta meningkat secara stabil selama kehamilan hingga mencapai kadar maksimal pada usia gestasi 38 minggu. Fungsi utamanya adalah mempertahankan kelatenan uterus, tetapi dapat juga memeberi efek pada otot olos pembuluh darah, serta saluran perkemihan dan pencernaan ( Campbell & Lees 2000).
2.3.2 Kelenjar Pitutari dan Hormonnya
Kelenjar pituitary mengalami pembesaran selama kehamilan karena lobus anterior. Berat kelenjar pituitary meningkat hingga 35% dan dapat menyebabkan terjadinya kompresi kiasma optic, reduksi lapang pandang, dan kemungkinan sakit kepala. Meskipun demikian, perubahan visual selama kehamilan bersifat minimal. Jika gejala tersebut tejadi, ibu harus diperiksa karena kadang-kadang pada kehamilan terdapat peningkatan dengan cepat ukuran prolaktinoma.
Sekresi FSH dan LH mengalami hambatan selama kehamilan akibat umpan balik negative progesterone dan estrogen. Sebaliknya terdapat peningkatan sekresi hormon oleh kelenjar pituitary. Lobus anterior menyekresi hormone penstimulan tiroid (thyroid stimulating hormone [TSH]), ACTH, prolaktin, dan MSH. Lobus posterior kelenjar pituitri mensekresikan hormon oksitosin dan vasopressin (hormon antidiuretik) (Beisceher et al 1997).
Prolaktin merupakan hormon yang sangat penting untuk laktasi dan kadarnya meningkat sampai 20 kali lipat selama kehamilan dan lakatsi. Efek prolaktin untuk memproduksi ASI mengalami supresi selama kehamilan akibat tingginya kadar estrogen dan progesterone. Saat ini sudah terdapat data yang jelas tentang produksi prolaktin intrauterus, terutama dari sel yang berada dalam desidua.( Campbell & Lees 2000).
Kelanjar pituitary posterior melepaskan oksitosin selam kehamilan. Konsentrasi oksitosin dalam sirkulasi maternal tidak berubah secara signifikan selama kehamilan atau sebelum awal persalinan tetapi meningkat diakhir kala dua persalinan. Meskipun demikian, terdapat peningkatan sensitivitas uterus terhadap oksitosin selama persalinan yang dipengaruhi oleh rasio estrogen terhadap progesterone. Pelepasan pulsatil menghasilkan kontraksi ueterus yang lebih efektif. Oksitosin juga penting bagi keberhasilan laktasi ( Norwitz et al 2001).
2.3.4 Fungsi Tiroid
Perubahan struktur dan fungsi kelenjar tiroid menyebabkan terjadinya berbagai hal yang menyerupai gejala tiroid selama kehamilan, mengakibatkan kebingungan diagnostik dalam interpretasi hasil tes fungsi tiroid. Namun demikian, kontrol kelenjar tiroid secara keseluruhan tidak berubah selama kehamilan normal. Terdapat peningkatan sedang pada ukuran tiroid di awal kehamilan, tetapi pada beberapa penelitian dianggap bahwa hal ini hanya terjadi pada wanita yang relative mengalami defisiensi iodium karena tidak ditemukan pada wanita dari Islandia dan Netrherland yang mendapat asupan iodium yang lebih besar. Terdapat peningkatan drastis pada globulin peningkatan tiroid, dan ikatan yang terbentuk dari ikatan tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3), ini mencapai puncak pada usia gestasi kira- kira 12 minggu, tetapi konsentrasi sirkulasi T3 dan T4 yang tidak terikat (tidak aktif) pada dasarnya tidak mengalami perubahan. Selama kehamilan. Jadi, tidak terdapat data yang mendukung peran kelenjar tiroid dalam meninkatkan BMR., suhu tubuh, dan frekuensi jantung selama kehamilan. Peningkatan konsumsi oksigen yang terjadi akibat aktivitas metabolik janin. Indeks tiroksin bebas merupakan paduan terbaik untuk mengetahui fungsi tiroid. (Campbell & Lees 2000).
2.3.5 Kelenjar Adrenal
Di awal kehamilan, kadar ACTH mengalami penurunan secara drastis, tetapi sejak awal kehamilan berusia 3 bulan hingga cukup bulan terdapat peningkatan yang signifikan disertai dengn peningkatan konsentarsi serum kortisol bebas yang bersirkulasi. Plasenta dan sel tropoblas juga mempunyai faktor pelepas kortikotrofin dan ACTH. Kedua hormon ini penting dalam kaitannya dalam persiapan aktivitas miometrium dan juga terdapat mempengaruhi adrenal janin. Peningkatan kadar kortisol bebas terlihat dari kadar ekresi kortisol urine yang meningkat 2 kali lipat. Hal ini dapat, menyebabkan gangguan metabolisme karbohidrat, hipertensi dan ciri kehamilan psedo-chushingoid walaupun masih bersifat kontrovesrsil (Campbell & Lees 2000).
Sejak usia gestasi 15 minggu hingga trimester ketiga, terdapat peningkatan sekresi aldosteron dan oksikortikosteron sebanyak 10 kali lipat oleh kelenjar adrenal maternal dan juga oleh jaringan intaruterin janin, yang distimulasi sampai pada taraf tertentu oleh peningkatan akut ACTH (Campbell & Lees 2000). Dulu, peningkatan ini secara keseluruhan dikaitkan dengan progesterone; namun sudah jelas bahwa alat kontrolnya yang utama adalah melalui sitem renin-angiotensin dengan keterlibatan faktor-faktor , seperti peptide, natriuretik atrial dan angiotensin (Ramsay & Davidson 1998)
2.4 Sistem Kekebalan
HCG mampu menurunkan respon imun pada perempuan hamil. Selain itu, kadar Ig G, Ig A dan Ig M serum menurun mulai dari minggu ke-10 kehamilan hingga mencapai kadar terendah pada minggu ke-30 dan tetap berada pada kadar ini, hingga aterm.
2.5 Sistem muskuloskeletal.
Perubahan tubuh secara gradual dan meningkatnya berat badan pada wanita hamil menyebabkan perubahan postur tubuh dan cara berjalan. Distensi abdomen yang besar menyebabkan fetus miring ke arah depan, menurunnya tonus otot abdomen dan meningkatnya berat badan pada akhir kehamilan memerlukan susunan spinal yang membentuk kurva. Pusat gravitasi pada wanita beralih kearah depan. Peningkatan curva lumbo-sacral yang normal (lordosis) berkembang, dan terjadi kompensasi pada curva area cervicodorsal (fleksi anterior yang berlebihan pada kepala) diperlukan untuk memelihara keseimbangan. Rasa nyeri, mati rasa dan kelemahan ekstremitas atas dapat menjadi akibatnya. Pembesaran payu dara dan posisi bahu yang membungkuk akan lebih menonjolkan curva lumbal dan dorsal. Berjalan menjadi lebih sulit, dan cara berjalan yang bergoyang-goyang sering terjadi pada wanita hamil, yang disebut “berjalan angkuh kehamilan” oleh Shakespeare, dapat dikenali dengan baik struktur otot dan ligamen pada tulang belakang bagian tengah dan bawah mengalami stress. Hal ini berhubungan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dan menyebabkan rasa tidak nyaman pada sistem muskuloskeletal.
Pada wanita muda, dengan tonus otot yang baik mampu mentoleransi perubahan ini tanpa menimbulkan keluhan. Bagaimanapun, wanita tua dan wanita yang memiliki kelainan pada punggung atau gangguan dan keseimbangan sering mengalami nyeri punggung selama dan setelah kehamilan.
Relaksasi dan meningkatnya mobilitas persendian pelvis adalah keadaan yang normal selama kehamilan. Relaksasi sendi pelvik kemungkinan terjadi akibat perubahan hormonal (Cunningham et al 1997). Estrogen, progesteron dan relaksin, semuanya tampak terlibat. Estrogen menyebabkan jaringan ikat menjadi lebih lembut, kapsula sendi menjadi lebih relaks, dan sendi pelvis dapat bergerak (Miller & Henretty 1997). Progesteron mempunyai efek relaksasi atau pelemahan ligamen pelvis (Musumeci & Villa 1994). Namun demikian, yang menstimulasi sebagian besar perhatian pada tahun-tahun terakhir ini adalah efek relaksin. Relaksin yaitu suatu hormon ovarium, mengatur kolagen dan melunakan sendi dan ligamen pelvik sebagai persiapan untuk melahirkan (Kristiansson et al 1996). Adaptasi ini memungkinkan pembesaran dimensi pelvis untuk memfasilitasi persalinan dan kelahiran. Hal ini bersifat sekunder terhadap ekstremitas yang berlebihan dan melunaknya jaringan penyambung dan jaringan colagen yang disebabkan meningkatnya sirkulasi hormon kelamin steroid, khususnya estrogen. Derajat relaksasinya bervariasi, tetapi pertimbangan meregangnya sympisis pubis dan tidak stabilnya persendian sacroiliaka menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kesulitan dalam berjalan. Obesitas dan kehamilan dengan lebih satu fetus meningkatkan viability pelvis.
Peregangan otot-otot dinding abdomen pada akhirnya menimbulkan hilangnya tonus otot. Selama trimester ke-3, muskulus rectus abdominalis menjadi terpisah, menyebabkan isi abdomen menonjol pada garis tengahnya. Umbilicus menjadi datar atau bahkan menonjol.
Setelah kelahiran, otot-otot tersebut secara berangsur-angsur kembali ke tonus semula, walaupun pemisahan otot (diastasia rectus abdominis) tetap terjadi.
Namun demikian, peningkatan diameter pintu bawah pelvis terjadi hanya jika sakrum dapat berotasi secara posterior. Relaksasi simfisis pubis dimulai pada pertengahan pertama kehamilan dan meningkat pada tiga bulan terakhir. Peningkatan lebar simfisis pubis, yang berkaitan dengan nyeri pelvis yang hebat, lebih banyak terjadi pada wanita multipara daripada primigravida, dan kembali normal sesaat setelah kelahiran (Cunningham et al 1997). Walaupun demikian, peran relaksi dalam terjadinya nyeri pelvis belum dapat dipastikan (Bjorklund et al 2000).
2.6 Sistem Intergumen
Sejak bulan ke-3 hingga kehamilan cukup bulan, beberapa tingkat perubahan warna kulit menjadi gelap terjadi pada 90% wanita hamil. Sebelumnya terdapat anggapan bahwa hal ini terjadi akibat peningkatan hormon penstimulasi melanosit (melanocyte-stimulating hormone [MSH]). Namun demikian, estrogen dan progesteron juga dilaporkan memiliki efek penstimulasi melanosit dan sekarang dianggap cenderung menjadi penyebab pigmentasi kulit. Hiperpigmentasi lebih nyata terlihat pada wanita berkulit gelap dan lebih terlihat di area seperti areola, perineum dan umbilikus dan juga di area yang cenderung mengalami gesekan seperti aksila dan paha bagian dalam (Cunningham et al 1997).
Linea alba berpigmen, yang sekarang disebut linea nigra, terletak di os pubis sampai ke bagian atas umbilikus. Garis ini berada di atas garis tengah otot rektus, tempat terkadang terjadi diastasis rekti abdominis. Pigmentasi wajah yang dialami oleh sedikitnya setengah dari wanita hamil, disebut kloasma atau melasma, atau ‘topeng kehamilan’. Melasma disebabkan oleh deposisi melanin pada makrofag epidermal atau dermal. Melanosis epidermal biasanya menghilang pada masa nifas, tapi melanosis dermal dapat menetap hingga 10 tahun pada sepertiga wanita. Kontrasepsi oral dapat membentuk melasma dan harus dihindari pada wanita yang rentan (Cunningham et al 1997). Kloasma dapat diminimalkan atau dicegah dengan menghindari pajanan sinar matahari dan denga menggunakan krim pemutih yang mengandung hidrokuinon dan dilanjutkan dengan tabir surya yang berdaya proteksi tinggi (Turner 2000).
Akibat peningkatan ukuran maternal, peregangan terjadi pada lapisan kolagen kulit, terutama pada payudara, abdomen dan paha. Pada beberapa wanita, area yang mengalami peregangan maksimum menjadi lebih tipis dan tampak adanya tanda-tanda peregangan tersebut, striae gravidarum, terlihat sebagai garis merah yang berubah menjadi garis putih berkilau keperakan sekitar enam bulan setelah melahirkan (Cunnungham et al 1997). Tanda-tanda peregangan ini berkaitan dengan peningkatan produksi hormon adrenokortikal pada kehamilan dan penekanan pada lipatan kulit yang berhubungan dengan ekspansi abdomen (Symonds & Symonds 1998). Tidak ada data yang menunjukan tentang manfaat penggunaan krim untuk mencegah tanda peregangan tersebut (Young & Jewell 2002b).
Meskipun tidak umum, gatal-gatal pada kulit selama kehamilan (bukan akibat penyakit hati) dapat menyebabkan distres. Data terbaru menunjukan bahwa jika tidak ada ruam, aspirin dapat digunakan secara efektif. Tetapi jika terdapat ruam, klorfenamin (klorfeniramin) dapat lebih efektif untuk digunakan (Young & Jewell 2002c).
Proporsi pertumbuhan rambut dibandingkan dengan rambut yang sudah ada mengalami peningkatan pada kehamilan sehingga wanita mencapai akhir kehamilan denga banyak rambut tua. Perbandingan ini terbalik setelah melahirkan sehingga terkadang jumlah rambut yang rontok selama menyisir atau keramas sangat mengkhawatirkan dan menyebabkan terjadinya ansietas umum jika rambut yang rontok sampai berjumlah ‘satu genggam’ (de Sweit 1998a). Pertumbuhan rambut normal biasanya terjadi setelah 6-12 bulan. Hirsutisme ringan banyak terjadi selama kehamilan, terutama pada wajah (Cunningham et al 1 997).
Peningkatan suhu sebesar 0,2-0,4ºC terjadi akibat efek progesteron dan peningkatan laju metabolik basal (basal metabolik rate [BMR]). Akibatnya, wanita hamil ‘merasa kepanasan’ dan sering kali berkeringat banyak, terutama pada iklim yang panas dan lembab. Vasodilatasi perifer dan akselerasi aktivitas kelenjar keringat membantu menghilangkan panas berlebihan yang dihasilkan oleh metabolisme maternal, plasental dan janin (Lowdermilk et al 1999).
Angioma atau vascular spider (minute red elevation pada kulit wajah, leher, lengan dan dada) dan palmar erythema (kemerahan pada telapak tangan) sering terjadi, kemungkinan akibat kadar estrogen yang tinggi. Perubahan ini tidak signifikan secara klinis dan akan hilang setelah kehamilan (Cunningham et al 1997).
2.7 Indeks Masa Tubuh
IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa. Tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan juga pada keadaan khusus seperti edema, asites dan hepatomegali.
Rumus perhitungan IMT
IMT = berat badan (kg)
tinggi badan (m)2
Peningkatan berat badan selama kehamilan juga mencakup produksi konsepsi (janin, plasenta dan cairan amniotik), dan hipertropi beberapa jaringan maternal (uterus, payudara, darah, cadangan lemak, cairan ekstraselular dan ekstravaskular). Sebagian besar protein terdapat pada janin, tetapi terdapat juga pada uterus, darah, plasenta dan payudara. Sebaliknya, sebagian besar deposit lemak terdapat pada jaringan adipose maternal, terutama regiogluteal dan paha atas, dan juga janin yang merupakan satu-satunya hal penting utama lainnya (prentice at al 1996).
Tabel distribusi peningkatan rata-rata berat badan pada kehamilan, menunjukan proporsi relatif protein dan lemak | |||
Tempat | Berat ( kg) | Protein(%) | Lemak (%) |
Janin | 3,2 | 44 | 15 |
Plasenta | 0,6 | 10 | |
Cairan amniotik | 0,8 | | |
Uterus | 0,9 | 17 | |
Payudara | 0,4 | 8 | |
Darah | 1,5 | 14 | |
Air | 2,6 | | |
Jaringan adiposa | 2,5 | | 85 |
Total | 12,5 | | |
Peningkatan berat badan janin terjadi dengan lambat pada pertengaham pertama kehamilan dan meningkat lebih cepat pada 20 minggu kedua. Peningkatan berat plasenta terjadi berlawanan, lebih cepat pada pertengahan pertama kehamilan. Cairan amniotik meningkat dengan cepat sejak minggu ke 10, dari 300 ml pada 20 minggu, hingga puncaknya 1000 ml pada 35 minggu, kemudian mengalami sedikit penurunan. Berat uterus bertambah lebih cepat pada 20 minggu pertama. Berat payudara dan volume darah meningkat secara stabil selama kehamilan. Sebagian besar lemak yang di peroleh disimpan pada 30 minggu pertama. Sebagian besar cairan di retensi pada 30 minggu pertama tetapi meskipun tidak terjadi edema klinis 2 hingga 3 liter, cairan ekstraselular mengalami retensi pada 10 minggu terakhir(prentice at al 1996).
Peninggkatan berat badan optimal untuk rata-rata kehamilan adalah 12,5 kg, 9 kg diperoleh pada 20 minggu terakhir. Berat badan yang optimal ini berkaitan dengan resiko komplikasi terendah selama kehamilan dan persalinan serta berat badan bayi lahir rendah (Llewellyn-jones 1999).
Banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan berat badan. Tingkat edema, laju metabolit, asupan diet, muntah atau diare, meroko, jumlah cairan amniotik, dan ukuran janin, semuanya harus di perhitungkan. Usia maternal, ukuran tubuh prakehamilan, paritas, ras-etnisitas, hipertensi, dan diabetes juga mempengaruhi pola peningkatan berat badan maternal (Abrams et al 1995).
Peningkatan berat badan yang tepat bagi setiap ibu hamil saat ini didasarkan pada indeks masa tubuh prakehamilan (Body Mass Index [BMI]), yang menggambarkan perbandingan antar berat badan dan tinggi badan ibu. Secara umum pertumbuhan optimal bayi yang belum lahir terjadi jika ibu yang memiliki BMI prakehamilan rendah (<20) mengalami peningkatan lebih banyak, dan pada ibu yang memiliki BMI tinggi (>27) peningkatan berat badannya lebih sedikit daripada ibu yang memasuki kehamilan dengan berat badan sehat (BMI antara 20 dan 25) (health Canada 1999). Di Inggris, tidak ada rekomendasi peningkatan berat badan yang resmi untuk berbagai populasi, sedangkan di Amerika dan Canada, terdapat perbedaan rekomedasi untuk wanita yang memasuki kehamilan dengan berat badan rendah, normal, atau berlebih, dan untuk remaja dan beberapa kelompok etnik. Wanita yang bernutrisi baik dengan BMI prakehamilan normal dan kehamilan tanpa komplikasi akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir normal, rata-rata peningkatan berat badan gestatsional adalah antara 11 dan 16 kg, tetapi variabilitasnya sangat besar ( Goldberg 2000).
Sumber:
Cooper, Fraser.2003.Myles Buku Ajar Bidan Edisi 14.EGC:Jakarta
Asrina.2010.Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan.Graha Ilmu:Yogjakarta
Hani,Ummi.2010.Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan Fisiologis.Salemba Medika:Malang